Mengetes Kewarasan

Bacaan untuk buibuk.

Hari ini, bocah telah menumpahkan isi botol kesekian (mulai dari sunblock, bedak lotion, micellar water) di minggu ini. Ada yang karena saya naro di lacinya kurang tinggi, ada juga yang baru ditinggal 2 menit, dia udah bermain-main dengan botol-botol kemasan itu.

Yang hari ini sih saya emosi banget. Mungkin karena kurang tidur di hari sebelumnya, dan yaa.. lagi banyak yang dipikirin. Begitu liat dia abis numpahin separo dari micellar water yang baru,  si bocah saya cubit, botol micellar waternya saya lempar. Maenan dia saya buang dari meja, terus saya teriak ‘AAAAAAAAAAAAAA!!!!!’

Abis itu si bocah sambil nangis bilang , “koq dilempar?”

Padahal dia selama ini sering melempar barang kalo sedang frustasi (yes, anak bisa frustasi juga).

Momen ketika dia bertanya kenapa dilempar itu, menyadarkan saya bahwa dia sedikit bingung dan ketakutan melihat aksi saya itu. (yang saya merasanya belum pernah saya lakukan).

Setelah itu saya tarik napas dalam, lanjut setrika baju – karena tadi lagi setrika, terus si bocah diem aja. Then, dia keluar kamar sendiri, setel TV. (Sambil saya sadar usianya baru 2 tahun 10 bulan. CRY MODE ON!!!) Abis dia keluar, saya nangis. Jengkel sama diri saya sendiri. Kecewa kenapa saya koq nggak bisa atur jam tidur yang baik, akhirnya anak sendiri yang kena. Hiks..

Nggak lama setelah saya menangis, saya ‘ambil’ dia diruang TV, saya gendong, langsung dia ‘tekluk’, ketiduran di bahu saya kurang dari 30 detik. Ya ampun kasian banget anak ini. Ngantuk banget tapi mungkin nggak berani ke kamar karena ada saya or sedang menyadari bahwa saya lagi marah.

Jeda.

Pernah nggak sih, kalian liat IG story seseorang atau influencer, terus statusnya relevan dengan pengalaman atau kondisi saat ini, terus dalam hati kita bilang, ‘’AHAA, KIRAIN GW DOANG YANG BEGINI. BERATI SAYA MASIH WARAS” hohohoho.

Pengalaman saya sih , ndelalah, saya lagi rajin ngeliatin statusnya influencer Elizabeth Zenifer dan parenting blogger, Annisa steviani.

Intinya, ada pesan bahwa, mereka melakukan atau tidak melakukan sesuatu UNTUK MENJAGA KEWARASAN diri mereka sebagai seorang ibu dan istri. Kenapa disini saya sebut ibu dulu baru istri? Karena kalo udah ada anak, kondisi jiwa si ibu ini penting. No matter what kita berusaha nggak tunjukin, somehow, anak melihat atau merasakan suasana hati kita. Dan mereka yang TERKENA DAMPAKnya.

Sejak itu saya makin sadar, YES, saya sendirilah yang harus menjaga kewarasan saya. Kalo nuntut itu dari orang lain (baca : suami atau anggota keluarga lain), entah emang susah banget, atau impossible.

Masih rada nyambung sih sama tulisan saya yang sebelum ini, ‘Si Tabu Sakit Jiwa, kadang orang tu takut dibilng TIDAK WARAS. Atau banyak yang nggak mau ngaku bahwa kewarasan seseorang sedang terusik. #asek. Saya ngakak sendiri baca kalimat terakhir saya. LOL.

Kurang religius.

Kurang beribadah.

Tidak bersyukur.

Harus bersyukur.

Ternyata ungkapan-ungkapan diatas yang sering orang ungkapkan untuk menerjemahkan mereka-mereka yang sedang stress, kesepian atau depresi. Lebih sering judge duluan instead of ber-SIMPATI atau ber-EMPATI.

JADI? Musti gimana?

Ya musti pekalah. Paling tidak ama diri sendiri. Bersikap sesuai peran. Ditengah kesibukan, jangan lupa untuk peka juga bahwa ada orang-orang di sekitar kita yang mungkin juga perlu ditanya ‘Apa Kabar?’

Mungkin dengan menjawab ‘lagi pusing’, cukup membuat mereka merasa sanggup melewati HARI INI.

Stay waras!

Leave a comment